Persembahan dari saya

Jumat, 04 Januari 2013

makalah tentang talak,iddah,khuluk,dan rujuk


SAH TIDAKNYA TALAK,
IDDAH, KHULUK, DAN RUJUK
MAKALAH
Diajukan untuk tugas mata kuliah :
Fiqih Muamalah dan Munakahat
Dosen pembimbing :
H. Achmad Murtafi harits, LC, M.Fil.I 
Penyusun :
Luqmanul Hakim (B72211031)
Muhammad Dwi Ardi (B72211032)
Arif Wijaya (B72211033)
 Isyaranis Aprihatini    (B72211034)

 JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUSI AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA

PENDAHULUAN

Sesungguhnya Allah menghendaki pernikahan yang mendatangkan ketentraman, kecintaan dan kasih saying, dalam arti antara suami dan istri wajib hidup atas dasar cinta serta salah satu pihak haram untuk saling mendhalimi pasangannya.

Tetapi dalam kenyataanya bahwa kehidupan rumah tangga akan tidak selalu berjalan mulus. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Jika muncul sejumlah masalah dalam kehidupan rumah tangga adalah suatu yang alami dan perlu adanya sikap untuk menangani demi kebaikan bersama.

Banyak sekali kondisi krisis yang menimpa kehidupan rumah tangga menjadi penyebab terciptanya sikap saling memahami, pengertian, kecintaan, keikhlasan abtara suami dan istri yang sebelumnya masing-masing dari keduanya tak merasakan kedekatan, kecintaan dan kasih saying yang seperti itu. Meskipun kehidupan rumah tangga dilandasi cinta, tetapi ia tak akan luput dari sejumlah masalah yang melahirkan perbedaan individu.[1]

Menurut Ibnu Sina dalam bukunya yang berjudul Asy –syifa, “Sudah selayaknya dibukakan sebuah jalan keluar untuk perceraian untuk perceraian, mengingat bahwa upaya mengabaikan sama sekali semua penyebab keretakan hubungan antara suami istri dapat mendatangkan mudarat lebih besar
                                                                 PEMBAHASAN
A.    Pengertian Talak dan Kedudukannya dalam Islam
            Talak dalam Islam artinya perceraian. Karena berasal dari bahasa Arab : ithlaq artinya melepaskan, atau meninggalkan. Dalam istilah Fiqih berarti pelepasan ikatan pernikahan, yakni peceraian antara suami istri.[2]. Sedangkan menurut Syaikh Muhammad bin Shalih al- Utsaimin, talak adalah pemutusan ikatan pernikahan melalui ucapan, tulisan, atau isyarat.[3]
Mengenai Talak , Nabi Muhammad SAW bersabda :
أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلاَقُ
Sesiuatu yang halal dan dibenci oleh Allah Ta’ala adalah Talak” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, al-Baihaqi, al- Hakim dan sejumlah perawi lainnya dari Abdullah bin Umar R.a)
            Talak atau perceraian jelas merupakan perkara yang dapat merusak ikatan pernikahan, oleh  karena itu  talak dibenci Allah SWT. Sebab dalam Islam ikatan pernikahan merupakan perjanjian yang kokoh seperti yang tertulis dalam Al-Quran
ِ                       وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ  وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا          artinya                                                                                                          Dan bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal kalian telah bergaul satu sama lain dan mereka telah mengambil janji yang kuat dari kalian?

وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا  (dan mereka (istri-istri) telah mengambil perjanjian yang kuat dari kalian). Lafal aqad yang diucapkan oleh lelaki ketika menikahi perempuan disebut sebagai mitsaqan ghalizha artinya janji yang sangat kuat dan tidak sembarangan. Maka seseorang tidak boleh sembarangan dalam mengucapkan aqad tersebut. Ada tanggungjawab dan konsekwensi yang besar di baliknya. Maka suami haruslah sadar ketika menerima janji tersebut. Betapa kuatnya dalam menjalin ikatan pernikahan, maka setiap upaya untuk meremehkan ikatan suci ini ataupun memperlemahnya, apalagi memutuskannya sangat dibenci oleh Allah SWT.
            Namun Allah SWT dengan kebijaksanaan dan keluasan ilmu-Nya menjelaskan pula bahwa dalam pernikahan pasti banyak menemui permasalahan dalam berbagai faktor. Yang ditakutkan jika masalah yang timbul saat menjalani rumah tangga yang jika dipertahankan justru akan mendatangkan akibat yang membahayakan baik suami ataupun istri, atau bahkan anak- anak mereka. Itulah sebabnya Allah SWT menghalalkan talak sebagai pintu darurat untuk digunakan ketika tidak ada lagi harapan untuk memperbaiki dan meneruskan pernikahan  setelah memenuhi berbagai persyaratan menurut Islam.[4]
            Agama Islam memberikan hak Talak yang penuh kepada suami. Hal ini mempertimbangkan bahwa suami yang akan dituntut tanggung jawab secara materi atas terjaminnya kebutuhan istri  yang ditalak. Misalnya , ia harus membayar uang mut’ah ( atau semacam uang ganti rugi atau uang jaminan hidup selanjutnya) bagi istri yang dicerai. Ada juga nafkah untuk istri selama masa iddah dan sebagainya yang pasti akan memberati tanggung jawab materi suami.[5]
B.     Keadaan Suami yang Menjatuhkan Talak

1.      Talak suami yang mabuk
Ada perbedaan pendapat mengenai hal ini. Imam Syafi’i, Ahmad, Asy Syaukani, dan beberapa fuqoha berpendapat tidak sah, karena mabuk itu sama dengan kehilangan akal atau gila. Seperti jika sholat dalam keadaan mabuk tidak sah. Mayoritas fuqoha berpendapat hal ini sah, karena orang mabuk tidak sama seperti orang gila. Karena orang mabuk merusak akal pikirannya sendiri atau dengan sengaja. [6]
2.       Talak suami yang marah
Orang yang marah cenderung emosinya  tidak terkontrol sehingga tidak bisa menggambarkan apa yang diucapkan dengan kesadaran. Atas dasar inilah menurut para ulama tidak sah jika melakukan talak. Telah diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan al- Hakim, dari Aisyah r.a bahwa Nabi SAW  pernah bersabda “ tak ada talak maupun itaq (pembebasan budak) dalam keadaan seseorang sedang marah”.
3.      Talak suami yang main-main atau tidak sengaja
Beberapa Fuqoha terdahulu berpendapat sah dengan berdalikan riwayat dari Ahmad,Abu daud, Ibn Majah dan al-Hakim. Walaupun hadist ini pernah di-dhaifkan oleh Adz-Dzahabi,An-Nasai, [7]  bahwa Nabi pernah bersabda :
“Tiga hal yang seriusnya dianggap serius dan main-mainnya juga dianggap serius, yaitu nikah,talak, dan rujuk”
Pendapat bahwa tidak sah, ada pada kalangan Ahlul Bait, Malik, dan Ahmad. Mereka meyakini adanya kemantapan penuh dan niat dalam hati dalam melakukan talak. Pendapat ini berdasarkan firman Allah SWT  dalam surat Al-Baqoroh 227 yang artinya:
“Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Mengetahui”
4.      Talak  suami yang kebingungan
Yang dimaksud kebingungan adalah jika seseorang tidak lagi mengerti apa yang diucapkannya, mungkin akibat musibah yang menimpanya.  Orang seperti ini tidak sah jika melakukan talak.[8]

C.     Istri yang dapat dijatuhkan talak
Fuqaha berpendapat mengenai istri-istri yang yang dapat dijatuhi talak adalah: [9]
a.       Perempuan yang dinikahi secara sah
b.      Perempuan yang masih dalam ikatan pernikahan yang sah.
c.       Belum habis masa iddahnya
d.      Tidak sedang haid

D.     Beberapa Ketentuan hukum Talak

1.      Suami tak boleh menceraikan istrinya dalam kondisi haidh. Berdalil pada hadist Ibnu Umar yang diriwayat Jama’ah ahli hadist. Namun sebagian Fuqaha berpendapat ini sebagai Talak Sunnah.Seperti diriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar r.a menceraikan istrinya dan ayahnya Umar bin Khattab menanyakan kepada Rosulullah SAW.dan beliau berkata :

Perintahkan kepadanya agar ia rujuk (kembal) kepada istri dan membiarkannya sampai ia suci dari haidnya, kemudian menunggu sampai haid yang kedua kali. Dan apabila ia telah suci dari haidnya, boleh ia menetapkan, apakah ia mempertahankan atau menceraikannya sebelum ia menyentuhnya. Begitulah iddah yang dipertahankan Allah SWT, berkenaan cara menceraikan istri.”
            Rosulullah memerintahkan untuk merujuki itu bisa berarti rujuk setelah perceraian atau bisa jadi menghubungi kembali istrinya dan meneruskan hubungan pernikahan dengannya.

2.      Seorang suami yang telah menggauli istrinya pada saat suci, ia tidak boleh menceraikannya, kecuali jika telah jelas kehamilannya. [10]
           
3.      Seorang suami tidak boleh mentalak istrinya lebih dari talak satu atau talak tiga dalam satu majlis. Penjatuhan talak tiga dalam satu majlis merupakan perbuatan haram. Berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW,[11]

“ Apakah ia hendak mempermainkan kitab Allah SWT, sedangkan aku masih ada ditengah-tengah kalian”. HR An-Nasai.

Allah SWT berfirman pada Surat Al-Baqoroh 230 yang artinya :
Kemudian jika suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.”



E.      Mengalihkan hak talak terhadap istri
Para ulama fiqih menyatakan, bahwa suami berhak menguasakan kepada istrinya itu untuk menceraikannya. Talak dapat sah jika istri menerima dan melanjuti dengan pernyataan memilih bercerai. Bukhari, Muslim, abu Daud, dan  beberapa perawi hadist lainnya meriwayatkan dari Aisyah r.a,[12]
“Rosulullah memberi kami kesempatan untuk memilih, maka kami pun memilih beliau.Sehingga tidak terjadi apa-apa.”. Menurut Muslim “bahwasanya Rosulullah member kesempatan kepada istri-istrinya untuk memilih, dan k arena mereka tetap memilih menjadi istri Rosulullah, maka tidak terjadi talak.”

F.      Khuluk ( Talak Tebus)

Masing-masing suami istri mempunyai hak melakukan talak. Islam  tak memaksa istri harus tetap hidup dengan suami yang tak memungkinkan hidup bersamanya. Dan jika keinginan itu dari pihak istri maka islam juga memperbolehkan dirinya dengan menebus dirinya melalui khuluk. Islam menentukan Khuluk sebagai percerain yang didasarkan harta.[13]
Seorang istri yang melakukan khuluk harus menebus pembebasan dirinya bukan hanya sekedar mengembalikan mahar yang diberikan suaminya, tetapi dengan manfaat yang diberikan kepada suaminya, misalnya penyusunan dan pengasuhan anak suaminya tanpa bayaran. Ketentuan tersebut berdasarkan HR Bukhari dan AnNasai:
“Istri Tsabit bin Qais datang pada Rosulullah SAW dan berkata, “Wahai Rosulullah aku tidak mencela akhlak dan agamanya, tetapi aku tak ingin mengingkari ajaran islam”. Maka Rosulullah menjawab, “Maukah kau mengembalikan kebunnya?” Istri Tsabit menjawab, “ Mau”. Maka Rosulullah SAW bersabda Terimalah (Tsabit) kebun itu, dan talaklah ia satu kali talak. “

G.     Iddah ( Masa menunggu)
Iddah artinya satu masa dimana istri yang telah diceraikan, harus menunggu untuk meyakinkan apakah rahimnya telah berisi atau kosong dari kandungan. Dalam istilah fiqih, masa iddah berarti masa menunggu yangharus dijalani seorang mantan istri yang tidak ditalak atau ditinggal mati suaminya sebelum ia dibolehkan menikah kembali.[14]
Dasar firmannya terdapat dalam Surat Al-Baqoroh 228 “ perempuan-perempuan yang ditalak hendaklah menahan diri selama tiga kali quru’ atau masa haid”
Hikmah firman tersebut diupayakan oleh para ulama yaitu :
1.      Memberi cukup kesempatan bagi kedua pasangan untuk memikirkan kembali dengan tenang dan bijaksana.
2.      Demi menghargai urusan pernikahan yang sacral
3.      Untuk mengetahui secara pasti bahwa perempuan itu tidak hamil dari mantan suaminya, sehingga anaknya kelak menjadi jelas keturunannya.
Iddah mempunyai banyak perkara  seperti Iddah Talak yaitu iddah karena perceraian. Iddah Hamil yaitu terjadi apabila perempuan-perempuan yang diceraikan sedang hamil. Iddah mereka sampai melahirkan anak. Iddah Wafat yang terjadi jika seorang istri di tinggal mati suaminya. Dan iddahnya selama 4 bulan sepuluh hari.Ada juga Iddah karena kehilangan suami dan tidak diketahui keberadaan suaminya, maka ia bisa menunggu selama 4 tahun lamanya.
H.     Rujuk
Menurut  syara’ rujuk adalah kembalinya seorang suami kepada mantan istrinya dengan perkawinan dalam masa iddah setelah ditalak Raj’I atau talak yang memungkinkan masih bisa rujuk. Dalam fiqih rujuk berarti meneruskan kembali huungan pernikahan yang sebelum itu dikhawatirkan dapat terputus karena dijatuhkan talak raj’i oleh suami.
Sepanjang istri masih dalam masa iddahnya, suami boleh merujuki istrinya yang ditalak raj’i oleh suaminya, tanpa perlu melakukan akad nikah serta mahar baru. Akan tetapi jika masa iddahnya lewat maka berakhirlah hak suami untuk merujuki istrinya, dan sejak itu istri bebas dalam ikatan pernikahan, dan sekaligus berhak menikah dengan laki-laki lain. Ataupun jika boleh menikah lagidengan mantan suaminya, maka dengan akad nikah dan mahar baru.
Rujuk dengan kata-kata yang jelas disepakati keabsahannya (sahnya) oleh para ulama.Rujuk dengan perbuatan seperti dengan mencium, memeluk, ataupun dengan hubungan seksual dengan istrinyang dirujuki diperselisihkan keabsahannya oleh para ulama. Beberapa diantaranya menyatakannya bahwa talak raj’I tidak menghapus akad nikah dan menghalalkan hubungan suami istri sepanjang istri masih dalam masa iddah.Sebaliknya seperti Imam Syafi’i, tidak membenarkan rujuk dengan perbuatan. Menurutnya talak menghapus akad nikah.[15]
Rujuk harus disaksikan oleh dua orang saksi untuk menghindari kemungkinan adanya perselisihan dikemudian hari antara suami dan istri, baik berhubungan dengan sah atau tidaknya rujuk, atau berkenaan dengan berlangsungnya rujuk ketika istri masih dalam keadaan iddah atau tidak, dan sebagainya
  
PENUTUP
Allah SWT dengan kebijaksanaan dan keluasan ilmu-Nya menjelaskan pula bahwa dalam pernikahan pasti banyak menemui permasalahan dalam berbagai faktor. Yang ditakutkan jika masalah yang timbul saat menjalani rumah tangga yang jika dipertahankan justru akan mendatangkan akibat yang membahayakan baik suami ataupun istri, atau bahkan anak- anak mereka. Itulah sebabnya Allah SWT menghalalkan talak sebagai pintu darurat untuk digunakan ketika tidak ada lagi harapan untuk memperbaiki dan meneruskan pernikahan  setelah memenuhi berbagai persyaratan menurut Islam. Talak atau perceraian jelas merupakan perkara yang dapat merusak ikatan pernikahan, oleh  karena itu  talak dibenci Allah SWT. Sebab dalam Islam ikatan pernikahan merupakan perjanjian yang kokoh seperti yang tertulis dalam Al-Quran.
Suami tak boleh menceraikan istrinya dalam kondisi haidh. Seorang suami yang telah menggauli istrinya pada saat suci, ia tidak boleh menceraikannya, kecuali jika telah jelas kehamilannya. Seorang suami tidak boleh mentalak istrinya lebih dari talak satu atau talak tiga dalam satu majlis. Para ulama fiqih menyatakan, bahwa suami berhak menguasakan kepada istrinya itu untuk menceraikannya. Seorang istri yang melakukan khuluk harus menebus pembebasan dirinya bukan hanya sekedar mengembalikan mahar yang diberikan suaminya. , masa iddah berarti masa menunggu yangharus dijalani seorang mantan istri yang tidak ditalak atau ditinggal mati suaminya sebelum ia dibolehkan menikah kembali. rujuk adalah kembalinya seorang suami kepada mantan istrinya dengan perkawinan dalam masa iddah setelah ditalak Raj’I atau talak yang memungkinkan masih bisa rujuk

DAFTAR PUSTAKA
 As Sayyid al Iraqi, Butsainah. Menyingkap tabir Perceraian. (Jakarta:Pustaka AlSofya)
Abidin,Slamet Abidin dan  Aminuddin. Fiqih Munakahat. (Bandung : Pustaka Setia)
 Bagir Al-Habsyi, Muhammad. Fiqih Praktis 2. ( Bandung:Mizam)




[1] Butsainah as-sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian, (Jakarta : Pustaka Al-Sofya), hal 49
[2] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis 2, ( Bandung:Mizam), hal 181
[3] Butsainah as-sayyid al-Iraqi, Menyingkap Tabir Perceraian, (Jakarta : Pustaka Al-Sofya), hal 202
[4] Ibid 1, hal 183


[5] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis 2, ( Bandung:Mizam), hal 183
[6] Drs Slamet Abidin dan Drs H. Aminudin, Fiqih Munakahat, (Bandung : CV pustaka Setia), hal51 
[7] Ibid 4, hal 186
[8] Ibid 5, hal 52
[9] Drs Slamet Abidin dan Drs Aminuddin, Fiqih Munakahat, (Bandung : Pustaka Setia), hal66
[10] Butsainah as Sayyid al Iraqi, Menyingkap tabir Perceraian, (Jakarta:Pustaka AlSofya), hal212
[11] Ibid 8.
[12] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis 2, ( Bandung:Mizam),hal 213
[13] Butsainah as Sayyid al Iraqi, Menyingkap tabir Perceraian, (Jakarta:Pustaka AlSofya), hal 199
[14] Ibid 11, hal221
[15] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis 2, ( Bandung:Mizam),hal 206

Tidak ada komentar:

Posting Komentar